Oleh: Hamzah Saifuddin.*
Khutbah
Jumat Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ
صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا
النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Manusia
adalah salah satu makhluk Allah yang sangat lemah karena “tidak ada daya dan
upaya kecuali milik Allah”, maka perlu disadari bahwa segala apa pun yang
telah kita lakukan, yang telah kita
capai, merupakan kenikmatan dari Allah. Sudah beribu kali nikmat Allah kita
rasakan, namun Allah hanya meminta kepada manusia agar mensyukuri semua itu.
Shalawat
dan salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada pemberi syafaat, suri teladan
umat Islam, Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga beliau, para
sahabat, tabiin, tabiut tabiin dan orang-orang yang selalu menghidupkan agama
Islam ini hingga yaumul qiyamah.
Allah
sudah memberikan satu kabar bahwa ada satu bekal yang bisa kita bawa menghadap
Allah subhanahu wa ta’ala yaitu ketakwaan kepada Allah, sebagaimana firman
Allah yang artinya “Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa. ” (QS. Al-Baqarah: 197)
Ma’asyiral muslimin, dhuyufurrahman rahimani wa
rahimakumullah
Allah
Subhanahu wa ta’ala berfirman
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat
rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Di
dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa ta’ala ingin menyadarkan kepada kita bahwa
orang yang beragama Islam adalah orang yang saling terhubung antara satu dengan
yang lainnya, lebih jelasnya adalah bersaudara.
Hakikat
dari bersaudara adalah mereka yang memiliki respek yang paling tinggi kepada
lainnya atau mereka yang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi dengan
saudaranya yang lain.
Allah
tidak membeda-bedakan antara yang miskin dengan yang kaya, antara yang berkulit
putih dengan yang berkulit hitam, antara yang shalih dengan yang fajir, antara
yang rajin beramal shalih dengan yang malas, semuanya bersaudara, tidak
membeda-bedakan.
Untuk
itu, Allah mengikat orang Islam satu dengan yang lainnya, dengan istilah
saudara, yang mana di dalam kitab Tafsir ath-Thabari, dijelaskan bahwa,
sesungguhnya seorang mukmin itu bersaudara berdasarkan agama, maka wajib untuk
saling menunjukkan rasa kasih sayang, dan saling tolong-menolong antara satu
dengan yang lainnya.
Tidak
boleh membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya, “Aku tolong yang punya
banyak duit saja.” atau “Aku tolong si A sajalah, karena si B orangnya berkulit
hitam.” Sikap seperti ini tidak dibolehkan dalam agama Islam.
Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Jika
ada seorang mukmin yang hubungannya tidak baik-baik saja dengan mukmin yang
lainnya maka perintah Allah adalah
أَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
“Maka damaikanlah antara keduanya.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Tugas
kita adalah mendamaikan mukmin yang sedang berkelahi, yang sedang punya masalah
dengan mukmin lainnya.
Allah menginginkan agar seorang mukmin
memiliki rasa peduli dengan mukmin lainnya serta mendamaikan mukmin yang sedang
tidak bagus hubungannya dengan mukmin lainnya.
Karena
sejatinya orang yang beriman adalah sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ، يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Orang
mukmin (terhadap mukmin lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lainnya
saling kuat-menguatkan.”
(HR. Muslim, 2585).
Ma’asyiral
muslimin, jamaah shalat Jumat yang
dimuliakan Allah
Agar
rasa persaudaraan itu muncul dan menghunjam kuat di dalam sanubari kita, maka
mendamaikan orang yang sedang bermasalah adalah solusinya. Sebab inti dari
persaudaraan adalah agar loyalitas seorang muslim itu terbentuk sehingga
menjadikan Islam ini menjadi kuat.
Maka
dikatakan bahwa seorang mukmin satu dengan yang lainnya itu seperti sebuah
bangunan. Jika persaudaraan mereka kuat, maka bangunan itu juga akan kuat. Akan
tetapi jika persaudaraan di antara mereka tidak kuat, maka tidak ada yang bisa
kita harapkan lagi kecuali hanya bangunan yang reot, fondasi dan penyangganya
tidak kuat.
Ketika
diibaratkan bahwa seorang mukmin itu sebagai penyangga sebuah bangunan, atapnya
ibarat agama Islam, maka ketika penyangganya tidak memiliki rasa persaudaraan
di antara mereka, maka atapnya akan rapuh, mudah roboh, ada angin yang
menerpanya, menjadikan bangunan itu doyong, sangat rawan untuk dirobohkan,
sehingga menjadikan orang yang bernaung di bawahnya merasa tidak aman.
Berbeda
ceritanya ketika penyangganya itu kuat (kaum mukminin) rasa persaudaraan mereka
saling bertaut dengan yang lainnya, sehingga atapnya juga ikut kuat, ada
terpaan angin, hujan lebat, tidak memberikan pengaruh buruk kepada bangunan
itu. sehingga menjadikan siapa saja yang bernaung di bawahnya merasa aman.
Makanya
Rasulullah ﷺ bersabda
الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ، لاَ يَظلِمُهُ، وَلاَ يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَكْذِبُهُ، وَلايَحْقِرُهُ
“Seorang
muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, sehingga dia tidak boleh
menzaliminya, menghinanya, mendustakannya dan merendahkannya.”
Orang
yang bersaudara tidak akan menzalimi saudaranya, tidak akan menghina
saudaranya, tidak akan mendustakan saudaranya, dan tidak akan merendahkan
saudaranya.
Jadi
secara tidak langsung Rasulullah ﷺ memberitahukan kepada kita bahwa
sebab-sebab perpecahan di antara sesama mukmin adalah, dengan menzalimi,
menghina, mendustakan, dan merendahkan mukmin yang lain.
Kalau
kita sadari, sebab-sebab perpecahan itu sudah kita ketahui maka tugas
selanjutnya adalah menjaga diri supaya sebab perpecahan itu tidak kita lakukan
dan tidak kita kerjakan. Lebih baik lagi menjaga diri supaya kita tidak menjadi
penyebab utama dari terpecahnya sebuah kaum atau rusaknya hubungan antar orang
mukmin.
Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Maka
dari itu Imam asy-Syafi’i rahimahullah pernah berkata
مَن صَدَقَ فِي أُخُوَّةِ أَخِيهِ: قَبِلَ
عِلَلِهِ , وَسَدَّ
خِلَلِهِ , وَعَفَا
عَن زَلَاتِهِ
“Barang
siapa yang jujur tentang persaudaraan saudaranya:
menerima kesalahannya, menutup kesalahannya, dan memaafkan kesalahannya.”
Ma’asyiral muslimin, dhuyufurrahman rahimani wa
rahimakumullah
أَقُولُ قَولِي هَذَا وَ اسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَ لَكُمْ وَ لِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفُرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمِ
Khutbah Jumat Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ ونَصَرَ عَبْدَهُ وأَعَزَّ جُنْدَهُ وهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَه
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وعَلَى آلِهِ وعَلَى تَابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانِ فِي كُلِّ أَثَرٍ إِلَى يَوْمِ المَحْشَرِ
Ma’asyiral muslimin, dhuyufurrahman rahimani wa
rahimakumullah
Maka
sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسلِمَ
“Cukuplah
seseorang itu dalam kejelekan selama dia merendahkan saudaranya sesama muslim.”
Tolak
ukur yang bisa kita pakai adalah sebagaimana yang disabdakan Rasulullah ﷺ
di atas, karena kehormatan seorang muslim sangatlah mahal. Sehingga mengejek
atau merendahkan saudaranya sudah cukup dikatakan sebagai perbuatan yang buruk.
Cukuplah
orang itu dianggap buruk (nakal) kalau ia masih mengejek saudara seimannya.
Tingkat merendahkan seseorang terkadang dengan mengejek dan menghinanya.
Terkadang perbuatan ini masih sering kita lontarkan dan secara tidak sadar ia
telah merendahkan martabat saudaranya, merendahkan harga diri kawan yang seiman
dengannya.
Jika
merendahkan kehormatan saja sudah dianggap perbuatan buruk, maka apalagi jika
seseorang memukul, menganiaya, atau bahkan membunuh mukmin yang lainnya.
Kehormatan seorang mukmin menjadi hal yang sangat pantas untuk dijaga, begitu
pula dengan menjaga persaudaraan antar mukmin lainnya.
Menjaga
solidaritas antar sesama, lebih khusus lagi solidaritas antara orang yang
seiman dengan kita adalah perkara yang sangat penting, karena kalau semakin
erat solidaritas orang-orang yang beriman, maka agama Islam juga akan kuat.
Mari
kita tutup khutbah yang kedua ini dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wa
ta’ala
نَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى القَوْمِ الكَافِرِيْن
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا
هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْم
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ يَا مُصَرِّفَ القُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا إِلَى طَاعَتِك
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا
اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
Sumber:
hidayatullah.com
Red:
admin
Editor:
iman