HIDAYATULLAHJABAR.COM - - Cinta
dan benci adalah sesuatu yang alami. Namun jika berlebih-lebihan maka kurang
baik.
Di
antara cinta yang berbahaya adalah sikap fanatisme pada kelompok, Ormas, partai
dan sejenis. Hal ini akan menimbulkan sikap ghuluw.
Jika
berlebihan dengan kelompoknya, maka akan muncul klaim kelompok di luarnya tidak
baik atau salah. Bahwa ustad di luar kelompoknya, pasti salah, sesat dan
menyesatkan, dan ini merupakan sikap tercela.
Klaim
bahwa kalau urusan umat tidak dipegang kelompoknya bisa salah semua adalah
klaim yang berlandaskan pada sikap fanatik. Dan ini tidak baik.
Kita
hidup dalam keaneragaman agama, ajaran, budaya, dan madzhab. Dibutuhkan sikap
toleran bukan intoleran. Dibutuhkan sikap kedewasaan bukan kekanak-kanakan.
Dibutuhkan sikap lapang dada bukan sempit pikiran dan wawasan.
Rasulullah
ï·º bersabda :
Ø£َØْبِبْ ØَبِيبَÙƒَ Ù‡َÙˆْÙ†ًا Ù…َا عَسَÙ‰ Ø£َÙ†ْ ÙŠَÙƒُونَ بَغِيضَÙƒَ ÙŠَÙˆْÙ…ًا Ù…َا ÙˆَØ£َبْغِضْ بَغِيضَÙƒَ Ù‡َÙˆْÙ†ًا Ù…َا عَسَÙ‰ Ø£َÙ†ْ ÙŠَÙƒُونَ ØَبِيبَÙƒَ ÙŠَÙˆْÙ…ًا Ù…َا
“Cintailah
orang yang engkau cintai seperlunya, karena bisa saja suatu hari dia akan
menjadi musuhmu, dan bencilah orang yang kamu benci seperlunya, karena bisa
jadi suatu hari kelak dia akan menjadi orang yang engkau cintai.” (HR: Turmudzi)
Hadits
ini berisi nasihat yang memberi petunjuk kepada kita agar bersikap moderat dan
menghilangkan sikap berlebihan dalam mencintai dan membenci seseorang atau
sesuatu.
Bisa
jadi, kita di pagi ini menyukai seseorang dengan rasa suka yang melebihi batas,
sampai-sampai ia melihat hanya orang yang ia cintailah orang yang terbaik.
Namun siapa sangka di sore hari, hati berubah menjadi benci sebenci-bencinya.
Di
sore hari, kita sangat membenci seseorang, bisa jadi keesokan hari kita berubah
menjadi cinta kepadanya. Tentu keadaan ini akan membuat kita malu sebab kita
sudah terlanjur sebelumnya mengatakan hal-hal yang tidak baik kepadanya.
Solusi
dari semua itu adalah bersikap adil dan obyektif. Kalau benar katakan benar
meski bukan dari kelompoknya. Kalau salah katakan salah meski dari kelompoknya
sendiri. Dasari setiap rasa cinta dan benci karena Allah bukan berdasarkan dari
mana dia, siapa dia, apa kelompoknya, apa partainya, apa madzhabnya.
Cinta
yang karena Allah akan memompa semangat kita untuk saling mengasihi dalam
urusan kebaikan dan kemaslahatan bersama, dengan tujuan meraih ridha Allah SWT.
Cinta semacam inilah yang dijanjikan oleh Allah yang mendapat naungan di
akhirat kelak, naungan keselamatan dan kebahagiaan.
Demikian
pula dalam urusan benci. Ada dua macam benci:
Pertama,
benci yang terpuji dan dianjurkan.
Yaitu kebencian kita dari perbuatan maksiat dan kemunkaran. Benci kepada
perbuatan orang-orang kafir dan ahli maksiat.
Kedua, benci yang tercela. Yaitu sikap saling membenci sesama
umat Islam tanpa sebab yang jelas selain dilatari oleh kedengkian di hati.
Sikap ini akan mencerabut kekokohan persaudaraan menjadi terurai bercerai
berai, merusak hubungan persaudaraan dan menggoncang kehidupan sosial yang
sebelumnya berjalan harmonis. Wallahu
a’lam bishshawab [ ]
Sumber:
hidayatullah.com
Editor:
iman